Firma (dari bahasa
Belanda venootschap
onder firma; secara harfiah: perserikatan dagang antara beberapa
perusahaan) atau sering juga disebut Fa, adalah sebuah bentuk persekutuan untuk
menjalankan usaha antara dua orang atau lebih dengan memakai nama
bersama.Pemilik firma terdiri dari beberapa orang yang bersekutu dan
masing-masing anggota persekutuan menyerahkan kekayaan pribadi sesuai yang
tercantum dalam akta pendirian perusahaan.
Firma adalah perusahaan yang didirikan oleh dua orang atau lebih dan
menjalankan perusahaan atas nama perusahaan. Dalam persekutuan firma, pada
umumnya seluruh sekutu memiliki kewajiban yang sama diantara para sekutunya,
dan seluruh sekutu juga memiliki tanggung jawab tidak terbatas terhadap utang
perusahaan yang diakibatkan oleh salah satu sekutu dalam firma.
Namun dapat juga diatur dalam akta pendiriannya bahwa hanya beberapa sekutu
saja yang memiliki kewajiban tertentu yang berbeda dengan sekutu lain dalam
sebuah firma. Firma berbeda karakter dan pertanggungjawabannya dengan
Persekutuan Perdata. Dalam Persekutuan Perdata, tanggung jawab atau kewajiban
hukumnya terbatas pada sekutu yang melakukan perbuatan hukum/transaksi
tertentu.
Umumnya yang menggunakan bentuk persekutuan perdata adalah Jasa Hukum,
akuntan atau jasa lainnya. Misalnya, apabila seorang pengacara menangani suatu
perkara dari Kliennya, maka tanggung jawab terhadap Klien tersebut tidak
melekat kepada kantor hukumnya atau kepada pengacara lainnya yang tidak ikut
menangani perkara tersebut.
Proses
Pendirian & Pembubaran
Proses
Pendirian
Berdasarkan Pasal 16 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Persekutuan Firma
adalah persekutuan yang diadakan untuk menjalankan suatu perusahaan dengan
memakai nama bersama.Menurut pendapat lain,Persekutuan Firma adalah setiap
perusahaan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan di bawah nama
bersama atau Firma sebagai nama yang dipakai untuk berdagang bersama-sama.
Persekutuan Firma merupakan bagian dari persekutuan perdata, maka dasar hukum
persekutuan firma terdapat pada Pasal 16 sampai dengan Pasal 35 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan pasal-pasal lainnya dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang terkait.
Dalam Pasal 22 KUHD disebutkan bahwa persekutuan firma harus didirikan
dengan akta otentik tanpa adanya kemungkinan untuk disangkalkan kepada pihak
ketiga bila akta itu tidak ada. Pasal 23 KUHD dan Pasal 28 KUHD menyebutkan
setelah akta pendirian dibuat, maka harus didaftarkan di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri dimana firma tersebut berkedudukan dan kemudian akta
pendirian tersebut harus diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Selama akta pendirian belum didaftarkan dan diumumkan, maka pihak ketiga
menganggap firma sebagai persekutuan umum yang menjalankan segala macam usaha,
didirikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas serta semua sekutu berwenang
menandatangani berbagai surat untuk firma ini sebagaimana dimaksud di dalam
Pasal 29 KUHD. Isi ikhtisar resmi akta pendirian firma dapat dilihat di Pasal
26 KUHD yang harus memuat sebagai berikut:
- Nama, nama kecil, pekerjaan dan tempat tinggal para sekutu firma.
- Pernyataan firmanya dengan menunjukan apakah persekutuan itu umum ataukah terbatas pada suatu cabang khusus perusahaan tertentu dan dalam hal terakhir dengan menunjukan cabang khusus itu.
- Penunjukan para sekutu yang tidak diperkenankan bertanda tangan atas nama firma.
- Saat mulai berlakunya persekutuan dan saat berakhirnya.
- Dan selanjutnya, pada umumnya bagian-bagian dari perjanjiannya yang harus dipakai untuk menentukan hak-hak pihak ketiga terhadap para sekutu.
Pada umumnya Persekutuan Firma disebut juga sebagai perusahaan yang tidak
berbadan hukum karena firma telah memenuhi syarat/unsur materiil namun
syarat/unsur formalnya berupa pengesahan atau pengakuan dari Negara berupa
peraturan perundang-undangan belum ada. Hal inilah yang menyebabkan Persekutuan
Firma bukan merupakan persekutuan yang berbadan hukum.
Sebagai sebuah badan usaha maka CV atau Firma berkewajiban untuk
mendaftarkan NPWP yang terpisah dengan kewajiban para pemiliknya. Keuntungan
usaha merupakan penghasilannya CV atau Firma yang akan dikenai pajak dan
dilaporkan oleh CV atau Firma sebagai Wajib Pajak. Sedangkan penghasilan
seorang investor dari penanaman modal di CV atau Firma adalah penghasilan
berupa pembagian laba. Jika seorang investor juga aktif menjalankan usaha,
investor dapat saja menerima tambahan penghasilan lain berupa gaji dan
tunjangan-tunjangan lainnya.
Proses
Pembubaran
Pembubaran Persekutuan Firma diatur dalam ketentuan Pasal 1646 sampai
dengan Pasal 1652 KUHPerdata dan Pasal 31 sampai dengan Pasal 35 KUHD. Pasal
1646 KUHPerdata menyebutkan bahwa ada 5 hal yang menyebabkan Persekutuan Firma
berakhir, yaitu :
- Jangka waktu firma telah berakhir sesuai yang telah ditentukan dalam akta pendirian;
- Adanya pengunduran diri dari sekutunya atau pemberhentian sekutunya;
- Musnahnya barang atau telah selesainya usaha yang dijalankan persekutuan firma;
- Adanya kehendak dari seorang atau beberapa orang sekutu;
- Salah seorang sekutu meninggal dunia atau berada di bawah pengampuan atau dinyatakan pailit.
Sekutu
Dalam Persekutuan Firma hanya terdapat satu macam sekutu, yaitu sekutu
komplementer atau Firmant. Sekutu komplementer menjalankan perusahaan dan
mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga sehingga bertanggung jawab
pribadi untuk keseluruhan. Pasal 17 KUHD menyebutkan bahwa dalam anggaran dasar
harus ditegaskan apakah di antara para sekutu ada yang tidak diperkenankan
bertindak keluar untuk mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga. Meskipun
sekutu kerja tersebut dikeluarkan wewenangnya atau tidak diberi wewenang untuk
mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga, namun hal ini tidak
menghilangkan sifat tanggung jawab pribadi untuk keseluruhan, sebagaimana
diatur dalam Pasal 18 KUHD.
Keuntungan
Perihal pembagian keuntungan dan kerugian dalam persekutuan Firma diatur
dalam Pasal 1633 sampai dengan Pasal 1635 KUHPerdata yang mengatur cara
pembagian keuntungan dan kerugian yang diperjanjikan dan yang tidak
diperjanjikan di antara pada sekutu. Dalam hal cara pembagian keuntungan dan
kerugian diperjanjikan oleh sekutu, sebaiknya pembagian tersebut diatur di
dalam perjanjian pendirian persekutuan. Dengan batasan ketentuan tersebut tidak
boleh memberikan seluruh keuntungan hanya kepada salah seorang sekutu saja dan
boleh diperjanjikan jika seluruh kerugian hanya ditanggung oleh salah satu
sekutu saja. Penetapan pembagian keuntungan oleh pihak ketiga tidak
diperbolehkan.
Apabila cara pembagian keuntungan dan kerugian tidak diperjanjikan, maka
pembagian didasarkan pada perimbangan pemasukan secara adil dan seimbang dan
sekutu yang memasukkan berupa tenaga kerja hanya dipersamakan dengan sekutu
yang memasukkan uang atau benda yang paling dikit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar