Rabu, 29 Oktober 2014

Asal Mula Penduduk Indonesia



Berdasarkan fosil-fosil yang telah ditemukan di wilayah Indonesia, dapat dipastikan bahwa sejak 2.000.000 (dua juta) tahun yang lalu wilayah ini telah dihuni. Penghuninya adalah manusia-manusia purba dengan kebudayaan Batu Tua atau Paleolitikum (Bacson-Hoabinh) seperti Meganthropus Palaeo Javanicus, Pithecanthropus Erectus, Homo Soloensis. Manusia Indonesia purba membawa kebudayaan Batu Tua atau Palaeolitikum yang hidup secara nomaden atau berpindah-pindah, dengan mata pencaharian berburu binatang dan meramu. Ketika sampai di suatu tempat yang dilakukannya adalah mengumpulkan makanan (food gathering). Biasanya tempat yang dituju adalah lembah-lembah atau wilayah yang terdapat aliran sungai untuk mendapatkan ikan atau kerang (terbukti dengan ditemukannya fosil-fosil manusia purba di wilayah Nusantara di lembah-lembah sungai) walau pun tidak tertutup kemungkinan ada pula yang memilih mencari di pedalaman.

Manusia-manusia purba ini sesungguhnya lebih mirip dengan manusia-manusia yang kini dikenal sebagai penduduk asli Australia. Dari artefak-artefak yang ditemukan di tempat asalnya menunjukkan bahwa induk bangsa ini berkulit hitam berbadan kecil dan termasuk tipe Veddoid-Austroloid. Dengan demikian, yang berhak mengklaim dirinya sebagai ’penduduk asli Indonesia’ adalah kaum Negroid, atau Austroloid, yang berkulit hitam.

Wilayah Nusantara kemudian kedatangan bangsa Austomelanesoide yang berasal dari Teluk Tonkin. Bangsa Austromelanesoide dengan kebudayaan Mesolitikum yang sudah mulai hidup menetap dalam kelompok, sudah mengenal api, meramu, dan berburu binatang. Teknologi pertanian juga sudah mereka genggam sekali pun mereka belum dapat menjaga agar satu bidang tanah dapat ditanami berkali-kali. Cara bertani mereka masih dengan sistem perladangan. Dengan demikian, mereka harus berpindah ketika lahan yang lama tidak bisa ditanami lagi atau karena habisnya makanan ternak. Gaya hidup ini dinamakan semi nomaden. Dalam setiap perpindahan manusia beserta kebudayaan yang datang ke Nusantara, selalu dilakukan oleh bangsa yang tingkat peradabannya lebih tinggi dari bangsa yang datang sebelumnya.
Akibat pertemuan 2 suku bangsa ini kemudian tejadilah benturan yang tidak terelakan antara kebudayaan Palaeolitikum dengan kebudayaan Mesolitikum. Alat-alat sederhana seperti kapak genggam atau chopper, alat-alat tulang dan tanduk rusa berhadapan dengan kapak genggam yang lebih halus atau febble, kapak pendek, dan sebagainya. Pertemuan 2 peradaban ini mengakibatkan beberapa hal, yaitu:

  1. Penduduk asli ditumpas
  2. Mereka diharuskan masuk dan bersembunyi di pedalaman untuk menyelamatkan diri
  3. Mereka yang ditaklukkan dijadikan hamba, dan kaum perempuannya dijadikan harem-harem untuk melayani para pemenang perang.


Sekitar tahun 2000 SM, datang bangsa Melayu Tua atau Proto Melayu, suatu ras Mongoloid yang berasal dari daerah Yunan, dekat lembah Sungai Yang Tze Kiang, Cina Selatan. Bangsa ini memiliki kebudayaan yang lebih tinggi, bangsa ini berasal dari rumpun Melayu Austronesia.

Alasan-alasan yang menyebabkan bangsa Melayu Tua meninggalkan asalnya, yaitu :

  1. Ada desakan suku-suku liar yang datangnya dari Asia TengahSuku-suku dari Asia Tengah yakni bangsa Aria yang mendesak Bangsa Melayu Tua sudah pasti memiliki tingkat kebudayaan yang lebih tinggi lagi. Bangsa Melayu Tua yang terdesak, meninggalkan Yunan dan yang tetap tinggal bercampur dengan bangsa Aria dan Mongol.
  2. Ada peperangan antarsuku
  3. Ada bencana alam berupa banjir akibat sering meluapnya Sungai Yang Tze Kiang dan sungai-sungai lainnya di daerah tersebut.


Dari artefak yang ditemukan yang berasal dari bangsa ini yaitu kapak lonjong dan kapak persegi. Kapak lonjong dan kapak persegi tersebut adalah bagian dari kebudayaan Neolitikum atau disebut juga kebudayaan Batu Muda. Hal ini berarti orang-orang Melayu Tua telah mengenal budaya bercocok tanam yang cukup maju dan sudah beternak. Dengan demikian mereka telah dapat menghasilkan makanan sendiri (food producting). Kemampuan ini membuat mereka dapat menetap secara lebih permanen.
Pola menetap ini mengharuskan mereka untuk mengembangkan berbagai jenis kebudayaan awal. Mereka juga mulai membangun satu sistem politik dan pengorganisasian untuk mengatur pemukiman mereka. Pengorganisasian ini membuat mereka sanggup belajar membuat peralatan rumah tangga dari tanah dan berbagai peralatan lain dengan lebih baik. Mereka mengenal adanya sistem kepercayaan untuk membantu menjelaskan gejala alam yang ada sehubungan dengan pertanian mereka. Dengan pengorganisiran yang lebih rapi dan peralatan yang lebih bermutu, kaum pendatang dapat mengalahkan penduduk asli. Kebudayaan yang mereka usung kemudian menggantikan kebudayaan penduduk asli.

Di kawasan baru itu perbendaharaan tanaman yang dibudidayakan bertambah dari pertanian biji-bijian ditambah dengan kelapa, sagu, sukun dan pisang.

Pada masa itu teknologi pelayaran mereka makin canggih. Ada yang bermigrasi ke arah timur menuju Mikronesia, ada yang menuju ke arah selatan melalui Filipina Selatan ke Kalimantan, Sulawesi dan Maluku Utara.

Selanjutnya dari Kalimantan dan Sulawesi gerak migrasi mengarah ke Jawa dan Sumatera serta Semenanjung Malaka. Sedangkan yang dari Maluku Utara ke selatan menuju Nusa Tenggara dan ke timur ke pantai utara Papua Barat dan terus ke timur hingga ke Kepulauan Bismarck.

Ketika bermigrasi ke arah timur pertanian biji-bijian ditinggalkan karena lingkungan tak mendukung dan menggantinya dengan menanam berbagai umbi-umbian. Sisa-sisa pengusung kebudayaan Batu Tua kemudian menyingkir ke pedalaman. Beberapa suku bangsa merupakan keturunan dari para pelarian ini, seperti suku Sakai, Kubu, dan Anak Dalam di Jambi dan Sumatra Selatan, orang Semang di pedalaman Malaya, orang Aeta di pedalaman Filipina, orang-orang Papua di Irian dan pulau-pulau Melanesia.

Pada gelombang migrasi kedua dari Yunan di tahun 2000-300 SM, datanglah orang-orang Melayu Tua “yang telah bercampur” dengan bangsa Aria di daratan Yunan. Mereka disebut orang Melayu Muda atau Deutero Melayu dengan kebudayaan perunggunya(Dongson). Kebudayaan ini lebih tinggi lagi dari kebudayaan Batu Muda yang telah ada karena telah mengenal logam sebagai alat perkakas hidup dan alat produksi.

Dengan menguasai tanah, bangsa Melayu Muda dapat berkembang dengan pesat. Sebelum didatangi bangsa-bangsa pengembara dari luar, tanah di Nusantara belum menjadi kepemilikan siapa pun.

Kebudayaan bangsa Melayu Muda bahkan menjadi penyumbang terbesar untuk cikal-bakal bangsa Indonesia sekarang.

Kedatangan bangsa Melayu Muda mengakibatkan bangsa Melayu Tua yang tadinya hidup di sekitar aliran sungai dan pantai terdesak pula ke pedalaman karena kebudayaannya kalah maju dari bangsa Melayu Muda. Sisa-sisa keturunan bangsa Melayu Tua banyak ditemukan di daerah pedalaman seperti suku Dayak, Toraja, orang Nias, Batak pedalaman, Orang Kubu, dan orang Sasak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar